BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
suatu sediaan farmasi, selain zat aktif juga dibutuhkan bahan aditif / bahan
tambahan. Bahan aditif merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam
formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. Walaupun bahan
aditif bukan merupakan zat aktif, bahan aditif sangat penting untuk kesuksesan
produksi sediaan yang dapat diterima.
bahan
aditif dibutuhkan untuk menutupi kekurangan sedian farmasi, karena dizaman
sekarang ini sedian farmasi sudah semakin berkembang dari bentuk serta cara
pemakainnya. Sediaan farmasi juga harus dibuat semenarik mungkin dari segi rasa
dan aroma agar mudah untuk dikonsumsi oleh pasien.
Berbagai
macam bahan aditif seperti pemanis, pewarna, anti oksidan, dan pengawet sangat
dibutuhkan dalam formulasi sediaan farmasi sesuai dengan fungsi dan cara kerja
dari masing - masing bahan aditif
tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam makalah ini
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas:
1.
Apa
pengertian dari bahan aditif?
2.
Apa
saja fungsi dari masing – masing bahan aditif?
3.
Sebutkan
contoh dari masing – masing bahan aditif?
1.3
Tujuan
Dari
rumusan masalah yang dibahas di makalah ini maka penulisan makalah ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan pengetahuan tentang bahan aditif obat
b. Memberi pengertian dari masing – masing bahan aditif
c. Mengetahui masing – masing contoh dari bahan aditif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BAHAN ADITIF
Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada obat
- obatan, makanan dan kosmetika selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk
maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam sediaan farmasi berdasarkan pertimbangan agar mutu
dan kestabilan obat tetap terjaga dan untuk mempertahankan efek terapeutik yang
mungkin rusak atau hilang selama proses produksi dan penyimpanan hingga ke
pendistribusian.
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah obat yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri farmasi memproduksi obat - obatan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian direaksikan.
Adapun
syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh zat yang akan digunakan sebagai bahan
aditif, yaitu:
a. Inert secara kimia dan farmakologis
b. Efektif dalam konsentrasi rendah
c. Tidak toksik, tidak merangsang dan
tidak membentuk hasil antara yang berbahaya
d. Dapat segera larut dalam media air
atau media yang lain
e. Tidak menimbulkan warna, rasa, dan
aroma yang tidak dikehendaki
f. Compatible dengan bahan yang lain
2.2 JENIS – JENIS
BAHAN ADITIF
1. Pemanis
Pemanis merupakan
senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan sediaan
farmasi, olahan pangan, industri serta minuman dan makanan. Menurut peraturan Menteri
Kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan
kimia, selain zat lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan
lain-lain.
Pemanis alternatif
umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau
fruktosa.Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering
digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita
rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki
sifat-sifat kimia.
Berdasarkan proses produksi
dikenal suatu jenis pemanis yaitu sintetis dan natural. Sedangkan berdasarkan
fungsinya dibagi dalam dua kategori yaitu bersifat nutritif dan non-nutritif.
Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh dari pemanis ini
antara lain taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin. Pemanis natural
dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau
melalui enzimatis, contohnya sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, mantitol,
dan isomalt.
Pemanis
nutritif adalah pemanis yang dapat menghasilkan kalori atau energi sebesar 4
kalori/gram. Sedangkan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk
meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya
menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak ada. Pemanis jenis ini
banyak membantu dalam manajemen mengatasi kelebihan berat badan, control
glukosa darah,dan kesehatan gigi.
Seiring
dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi
pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif
natural mulai banyak digunakan. Hal ini juga ditunjang oleh tren back to nature
dan adanya kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi.
Penggunaan pemanis natural juga dipacu oleh adanya data-data penelitian yang
menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintetis,yaitu bersifat
karsinogenik.
Adapun jenis – jenis pemanis yang
digunakan dalam bidang farmasi yaitu :
ü Sukrosa (sakarosa) atau gula pasir
ü Glukosa : kemanisan 0,74 kali
sakarosa
ü Fruktosa : kemanisan 1,12 kali
sakarosa
ü Laktosa : kemanisan 0,4 kali
sakarosa
ü Xylosa : kemanisan 0,7 kali sakarosa
ü Xylitol : hampir sama dengan
kemanisan sakarosa
ü Sorbitol : kemanisan 0,5 kali
sakarosa
ü Steviosa : kemanisan 800 kali
sakarosa
ü Siklamat : kemanisan 30 kali
sakarosa
ü Sakarin : kemanisan 200 – 700 kali
sakarosa
ü Aspartam : kemisan 100 – 200 kali
sakarosa
2. Pengawet
Pada
sediaan farmasi, makanan – minuman dan kosmetika sering digunakan bahan
pengawet, Pengawetan dalam bidang farmasi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Pengawetan merupakan persoalan yang kompleks, dimana setiap
produk harus diseleksi.
Pengawet
antimikroorganisme adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk
melindungi sediaan tersebut terhadap kontaminasi mikroorganisme. Bahaya dari
pencemaran mikroorganisme baik bakteri, jamur terdapat dimana – mana selama
pembuatan, pengemasan, penyimpanan, dan penggunaan obat, dimana manusia,
lingkungan (ruangan, udara), bahan obat dan bahan pembantu, alat – alat kerja
seperti mesin – mesin dan bahan pengemas primer merupakan sumber kontaminasi
utama.
Harus diingat bahwa bahan yang
bertindak sebagai bahan pengawet sebenarnya adalah bahan kimia yang dapat
menghambat atau mematikan mikroorganisme, sehingga sering juga disebut sebagai
zat anti mikroba.
Adanya
mikroorganisme dalam suatu sediaan obat dapat menyebabkan perubahan sediaan
obat yang tidak dikehendaki, disamping itu dapat menyebabkan terjadinya
bulukan, kekeruhan, pembentukan bau, dan fermentasi dan bahaya terjadinya
infeksi oleh mikroorganisme pathogen dan kemungkinan terbentuknya produk
metabolism yang dihasilkan oleh mikroorganisme pencemar tersebut.
Usaha yang
penting mengurangi kandungan mikroorganisme dapat dilakukan pencegahan
(produksi higienis), menghilangkan seperti penyaringan, inaktivitas (dengan
cara fisika, kimia). Untuk mempertahankan kemurnian sutau sediaan obat selama
dalam penyimpanan dan penggunaan, maka dibutuhkan sutau penstabilisasi dengan
bahan anti microbial yang disebut pengawet.
Pengawet
digunakan untuk wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat masuk dengan tidak sengaja selama atau setelah proses produksi
Pengawet di golongkan sebagai
berikut :
Golongan alkohol
Ø Benzyl alcohol (0,5%)
Ø Klorbutanol (0,5%)
Ø Etanol (15%)
Ø Gliserin (50%)
Ø Propilen Glikol (30%)
Golongan Fenol
Ø Fenol (0,5%)
Ø Kresol (0,3%)
Ø Klorkresol (0,1%)
Ø Hexaklorofen (0,1%)
Senyawa Merkuri
Ø Fenil Merkuri Nitrat/ asetat / borat
(0,002)
Ø Tiomersal (0,02%)
Senyawa Amonium Kuartener
Ø Aluminium bromide (0,002 – 0,02%)
Ø Benzalkonium klirida ( 0,005 –
0,02%)
Ø Cetrimide (0,005 – 0,01%)
Asam, Garam dan Ester
Ø Asam Benzoat (0,1%)
Ø Asam salisilat (4,0%)
Ø Asam sorbat (0,2%)
Ø Natrium benzoat (0,1%)
Ø Butyl hidroksi benzoat (0,01%)
Ø Etil hidroksi benzoat (0,05%)
3. PEWARNA
Zat pewarna makanan digunakan untuk mengubah warna asli suatu makanan
atau minuman, juga obat-obatan. Selain itu, karena keamanannya, zat pewarna ini
juga digunakan pada berbagai jenis aplikasi non makanan, seperti kerajinan
rumah tangga atau mainan edukatif.
Warna-warna tertentu dikaitkan dengan persepsi seseorang tentang cita
rasa. Biasanya makanan atau minuman yang beraroma strawberry misalnya, maka
pembuatnya akan memberikan zat warna merah. Begitu pun untuk cita rasa lainnya,
seperti hijau untuk rasa apel atau melon, kuning untuk rasa nanas atau jeruk,
dan coklat untuk karamel.
Zat pewarna juga digunakan untuk mengurangi variasi warna yang terjadi
pada komoditas tertentu yang secara alami mengalami perubahan warna akibat
musim, pengolahan, dan penyimpanan. Contoh komoditas ini antara lain jeruk
florida dan ikan salmon.
Secara umum, tujuan
ditambahkannya zat pewarna pada suatu makanan/minuman adalah untuk memenuhi
maksud-maksud berikut ini:
1. Memberi identitas
pada makanan/minuman
2.
Melindungi rasa dan vitamin tertentu dari kerusakan akibat cahaya
3. Melindungi komoditas dari pudarnya warna akibat cahaya,
atau suhu yang ekstrem.
4. Menutupi variasi warna alami
5. Memperkuat warna alami komoditas
Zat warna tersebut terbagi atas zat warna yang sintetis dan yang alami.
Zat warna sintetis meliputi FD&C Blue No.1 (atau brilliant blue FCF atau
E133), FD&C Red No.40 (atau allura red AC atau E129), FD&C Yellow No.5
(atau tartrazine atau E102), FD&C Blue No.2 (atau indigotine atau E132),
FD&C Green No.3 (atau fast green FCF atau E143), FD&C Red No.3 (atau
erythrosine atau E127), dan FD&C Yellow No.6 (atau sunset yellow FCF atau
E110). Zat warna tersebut disebut zat warna primer, sedangkan campuran dari
zat-zat warna tersebut dinamakan warna sekunder.
Selain yang disebutkan di atas, terdapat pula zat warna alami, contohnya
meliputi warna karamel (dari gula yang dikaramelkan, digunakan untuk minuman
kola dan kosmetik), zat warna mineral (Ferri Oksida, Titan Oksida, karbon
hitam), annatto (pewarna kuning kemerahan yang berasal dari biji tanaman
Achiote), pewarna hijau dari alga chlorella, cochineal (zat warna merah dari
serangga Dactylopius coccus), kunyit, paprika, serta elderberry.
Simbol FD&C berarti bahwa FDA (the Food and Drug Administration)
telah menyetujui penggunaan zat warna bersangkutan pada makanan, obat, dan
kosmetik. Sedangkan simbol E, seperti pada zat warna E143, berarti bahwa zat
warna tersebut telah disetujui untuk digunakan di wilayah Uni Eropa. Zat warna
alami lebih aman untuk digunakan. Oleh karena itu penggunaannya sangat
dianjurkan.
4. ANTI
OKSIDAN
Anti oksidan sangat dibutuhkan dalam
pembuatan sediaan obat, karena kerja dari anti oksidan yang mencegah terjadinya
reaksi oksidasi bahan obat, sehingga perusakan oksidatif tidak terjadi. Jika
perusakan oksidatif terjadi pada suatu sediaan obat, maka obat akan mengalami
perubahan dari aroma dan akan mempengaruhi rasa serta efek terapeutik dari
obat.
Beberapa golongan anti oksidan yang
lazim dipergunakan yaitu :
·
Senyawa
Alam : tokoferol, Asam Askorbat, koniferil Benzoat
·
Senyawa
Belerang anorganik : Na- sulfat, Na-hidrogensulfit, Na-pirosulfit.
·
Senyawa
belerang organic : sistein, gluthation,
asam tiolaktat, asam tiogukolat
·
Senyawa
buatan : BHA, BHT dan ester asam galat
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Zat aditif
adalah zat-zat yang ditambahkan pada obat - obatan, makanan
dan kosmetika selama
proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam sediaan farmasi berdasarkan pertimbangan agar mutu
dan kestabilan obat tetap terjaga dan untuk mempertahankan efek terapeutik yang
mungkin rusak atau hilang selama proses produksi dan penyimpanan hingga ke
pendistribusian.
Ada
berbagai macam bahan aditif yang digunakan untuk sediaan farmasi yaitu :
·
Pemanis:
Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki
sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia.
·
Pengawet
:berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam sedian farmasi
·
Pewarna
: berfungsi untuk meningkatkan penerimaan pasien dan sebagai identitas obat
·
Antioksidan
: berfungsi menegah terjadinya reaksi oksidasi bahan obat.
Daftar Pustaka
Erlawan Lismana dan Imam paryanto. (2014).Beberapa Bahan
Pemanis Alternatif yang Aman. Di ambil dari .
http://archive.gao.gov/d4t4/130780.pdf
Anonim :
Modul Farmasetika I
Departemen
Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia
, edisi III, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar